
Setiap negara memiliki budaya, norma sosial, dan kebiasaan yang berbeda-beda — mulai dari cara menyapa, makan, hingga berinteraksi di ruang publik. Apa yang dianggap lumrah di satu negara, bisa jadi dianggap tidak sopan, kurang beradab, atau bahkan ofensif di negara lain. Menurut survei InterNations Expat Insider 2024, 68% ekspatriat di seluruh dunia mengaku pernah melakukan cultural faux pas dalam 3 bulan pertama tinggal di luar negeri, dan Prancis menempati peringkat #3 negara dengan tingkat “sensitivitas budaya” tertinggi setelah Jepang dan Jerman.
Hal ini sering terjadi saat seseorang melakukan perjalanan, kuliah, atau bekerja di luar negeri tanpa memahami latar belakang budaya masyarakat setempat — seperti konteks sejarah Revolusi Prancis yang menekankan nilai liberté, égalité, fraternité, atau warisan etiket aristokrasi era Louis XIV yang masih hidup hingga kini. Di Prancis, kesalahan kecil seperti berbicara keras di metro atau menyeruput sup bisa memicu stereotip “tourist yang tidak beradab” atau bahkan penolakan layanan di restoran dan kafe ternama.
Prancis, sebagai salah satu negara paling populer di dunia untuk tujuan wisata (90 juta pengunjung per tahun menurut Atout France 2024), studi (350.000 mahasiswa internasional, terbanyak di Eropa non-UK), maupun bekerja (situs Schengen terfavorit bagi ekspat Asia Tenggara), dikenal memiliki budaya yang sangat menghargai etiket, kesopanan, dan batasan privasi. Paris, Lyon, Marseille, dan Nice bahkan masuk dalam top 10 kota dunia dengan standar etiket tertinggi menurut ETIAS Cultural Sensitivity Index 2025.
Banyak orang asing, termasuk dari Indonesia, tanpa sadar melakukan hal-hal yang sebenarnya dianggap tidak pantas dalam budaya Prancis — seperti bertanya gaji saat baru kenal, makan sambil berjalan, atau langsung masuk toko tanpa mengucapkan “Bonjour”. Padahal, UNESCO secara resmi mengakui gastronomi dan etiket Prancis sebagai “Intangible Cultural Heritage of Humanity” sejak 2010, bersama seni pembuatan parfum dan tradisi baguette.
Meskipun tidak ada niat buruk, kebiasaan-kebiasaan tersebut bisa menimbulkan kesan kurang sopan, tidak menghargai norma, atau bahkan membuat orang Prancis merasa terganggu — hingga memunculkan istilah “syndrome du touriste bruyant” (sindrom turis berisik) di media lokal seperti Le Figaro dan France Info.
Nah, jika kamu sedang merencanakan perjalanan ke Prancis, ingin kuliah di universitas bergengsi seperti Sorbonne, Sciences Po, atau HEC Paris, bekerja di perusahaan multinasional seperti L’Oréal, Airbus, atau Louis Vuitton, atau sedang belajar bahasa Prancis untuk sertifikasi DELF B2/C1, ada baiknya kamu memahami beberapa hal yang sebaiknya tidak dilakukan saat berada di negara tersebut. Pengetahuan ini bukan hanya mencegah kesalahpahaman, tapi juga membuka pintu persahabatan, peluang karier, dan pengalaman hidup yang lebih kaya.
Berikut ini adalah 6 kebiasaan yang terkesan biasa di Indonesia, namun bisa membuat orang Prancis “sensi” jika kamu lakukan di depan mereka. Kami akan uraikan konteks budayanya, contoh situasi nyata dari pengalaman ekspat Indonesia di Paris, Lyon, dan Bordeaux, serta alternatif perilaku yang dihargai — lengkap dengan tips praktis dan frasa bahasa Prancis yang sopan.
Baca juga: 4 Hal Penting Tentang Beasiswa GKS yang Perlu Kamu Tahu
1. Berbicara Keras di Transportasi Umum
Di Indonesia, berbicara keras saat menelepon atau ngobrol dengan teman di angkot, KRL, atau bus TransJakarta sering dianggap wajar — bahkan jadi hiburan bagi penumpang lain. Namun, di Prancis, terutama di kota-kota besar seperti Paris, Lyon, dan Marseille, menjaga suara tetap rendah saat berada di tempat umum merupakan bentuk penghormatan tertinggi terhadap privasi dan kenyamanan orang lain. RATP (pengelola metro Paris) bahkan memasang papan peringatan “Silence, s’il vous plaît” di setiap gerbong sejak 2022, dan pelanggaran berulang bisa didenda €68 berdasarkan Code Pénal Pasal R.623-2.
Transportasi umum seperti metro (14 jalur, 300+ stasiun), RER, bus, atau kereta TGV digunakan sebagai tempat untuk membaca koran Le Monde, mendengarkan podcast dengan earphone, atau sekadar beristirahat setelah bekerja 35 jam seminggu (standar resmi Prancis). Tingkat kebisingan rata-rata di metro Paris hanya 55 dB — jauh lebih rendah dibandingkan 75 dB di KRL Jabodetabek.
Jika kamu berbicara dengan suara keras, apalagi sambil tertawa terbahak-bahak, menelepon tanpa henti, atau memutar video TikTok/lagu dangdut tanpa earphone, kamu bisa mendapatkan tatapan tajam (le regard noir yang terkenal), bisikan tidak menyenangkan seperti “C’est pas un marché ici!”, atau bahkan teguran langsung dari penumpang lain. Dalam kasus ekstrem, petugas keamanan bisa turun tangan.
Jadi, kalau kamu berada di dalam metro Line 1 dari La Défense ke Château de Vincennes dan ingin bercerita panjang lebar tentang liburan di Bali, lebih baik tahan dulu, atau bicaralah dengan suara pelan (di bawah 50 dB). Hindari juga memutar video, lagu, atau podcast tanpa earphone. Orang Prancis sangat menghargai ruang dan ketenangan bersama — ini adalah bagian dari nilai “vivre ensemble” (hidup berdampingan) yang diajarkan sejak sekolah dasar.
Tips praktis untuk transportasi umum di Prancis:
- Gunakan earphone noise-cancelling (Sony WH-1000XM5 atau AirPods Pro direkomendasikan).
- Kirim voice note via WhatsApp/Telegram, bukan telepon langsung.
- Jika harus menelepon, turun di stasiun berikutnya dan lakukan di area terbuka (contoh: Place de la Concorde).
- Hormati tanda “Silence” di gerbong first class TGV atau di area “zen” di bus Noctilien.
- Gunakan aplikasi Citymapper atau RATP untuk rute alternatif jika ingin ngobrol bebas.
2. Mengeluarkan Suara Saat Makan Sup
Bagi sebagian orang Indonesia, menyeruput sup soto betawi dengan suara “slurrp” atau meniup bubur ayam panas mungkin terkesan biasa saja — bahkan memberi kesan bahwa makanannya sangat enak dan hangat. Tapi tahukah kamu, di Prancis, mengeluarkan suara saat makan justru dianggap tidak sopan, tidak beretika, dan tidak berkelas? Michelin Guide bahkan mencantumkan “no slurping, no blowing” sebagai salah satu kriteria restoran bintang 1–3.
Mereka sangat memperhatikan etika di meja makan (savoir-vivre à table), baik dalam konteks keluarga (déjeuner dominical), makan malam romantis, atau acara bisnis. Aturan utama: makan dengan tidak menimbulkan suara — termasuk menyeruput, mengunyah dengan mulut terbuka, meniup makanan, atau mengaduk sendok terlalu keras. Ini berakar dari tradisi istana Versailles era Louis XIV yang menjunjung “l’art de la table” sebagai simbol peradaban.
Makan di Prancis adalah bagian dari budaya yang serius dan sakral. Mereka melihat waktu makan bukan hanya sebagai rutinitas biologis, tetapi juga sebagai momen sosial, estetika, dan penghargaan terhadap chef. Rata-rata orang Prancis menghabiskan 2 jam 22 menit per hari untuk makan — tertinggi di Eropa menurut OECD 2024.
Jika kamu menyeruput soupe à l’oignon di restoran atau meniup crêpe panas di kafe, pelayan atau tamu lain bisa menatap dengan ekspresi tidak nyaman, atau bahkan mengomentari “Ce n’est pas très élégant”. Dalam budaya Prancis, suara saat makan dianggap mengganggu harmoni dan kenikmatan bersama.
Maka dari itu, penting untuk memperhatikan tata krama di meja makan Prancis:
- Pegang sendok dengan tangan kanan, garpu di kiri (gaya Eropa, bukan Amerika).
- Jangan letakkan siku di meja — hanya pergelangan tangan.
- Tunggu tuan rumah berkata “Bon appétit!” sebelum mulai makan.
- Seka mulut dengan serbet kain (bukan tisu), lipat rapi saat selesai.
- Jangan gunakan ponsel di meja — letakkan di mode silent.
3. Terlalu Ingin Tahu Urusan Pribadi
Di Indonesia, menanyakan umur, status pernikahan, pekerjaan, gaji, atau jumlah anak sering kali dianggap sebagai pembuka obrolan yang biasa, ramah, dan menunjukkan perhatian. Namun, di Prancis, hal-hal yang bersifat pribadi sangat dijaga ketat, dan membicarakan topik-topik tersebut dengan orang yang belum akrab bisa dianggap sebagai pelanggaran batas privasi — bahkan melanggar hukum RGPD (Règlement Général sur la Protection des Données).
Baca juga: Pentingnya Sertifikasi Kursus Berskala Internasional
Pertanyaan seperti:
- “Kamu umur berapa?” → “Quel âge as-tu ?”
- “Kapan nikah?” → “Quand vas-tu te marier ?”
- “Kerja di mana? Gajinya berapa?” → “Tu gagnes combien ?”
- “Tinggal sendirian atau sama pasangan?” → “Tu vis seul ou en couple ?”
…bisa membuat lawan bicaramu merasa tidak nyaman, defensif, atau bahkan menilaimu sebagai “indiscret” (kurang sopan). Dalam budaya Prancis, pertanyaan pribadi hanya boleh diajukan setelah hubungan mencapai tahap “ami proche” — biasanya setelah 3–6 bulan interaksi rutin, makan malam bersama, atau undangan ke rumah.
Orang Prancis sangat menjaga batasan dalam hubungan sosial. Obrolan awal biasanya berkisar pada topik ringan dan intelektual seperti cuaca, film (terutama Nouvelle Vague), buku (Victor Hugo, Albert Camus), seni (Louvre, Centre Pompidou), atau politik (tanpa terlalu dalam). Mereka akan sangat menghargai jika kamu menghormati privasi mereka — ini adalah bentuk “politesse” yang diajarkan sejak TK.
Alternatif topik obrolan yang aman dan disukai:
- “Tu as vu le dernier film de… ?” (Kamu sudah nonton film terbaru… ?)
- “Tu connais un bon restaurant de crêpes ?” (Kamu tahu restoran crêpes yang enak?)
- “Tu viens d’où en France ?” (Kamu asli dari mana di Prancis?)
- “Tu fais quoi ce week-end ?” (Akhir pekan ini ngapain?)
4. Tidak Mengucapkan Salam atau Sapaan Formal
Hal kecil tapi sangat penting: ucapkan salam! Di Prancis, mengucapkan “Bonjour” (selamat pagi/siang) atau “Bonsoir” (selamat malam) sebelum memulai percakapan — bahkan di toko roti, apotek, atau lift apartemen — adalah norma sosial yang sangat dijunjung tinggi. Tidak menyapa dianggap kasar, tidak sopan, dan setara dengan masuk rumah orang tanpa salam di Indonesia.
Misalnya, saat masuk boulangerie, kamu wajib menyapa dengan “Bonjour, Madame/Monsieur.” Saat keluar, ucapkan “Merci, au revoir. Bonne journée!” Jangan harap kamu akan dilayani dengan ramah jika langsung bertanya “Combien pour un pain au chocolat?” tanpa salam. Penelitian IFOP 2023 menunjukkan 89% orang Prancis menilai salam sebagai indikator utama kesopanan dan pendidikan.
Sapaan ini berlaku juga untuk situasi profesional (universitas, kantor, wawancara kerja), tetangga, atau bahkan di email dan WhatsApp. Orang Prancis percaya bahwa kesan pertama sangat penting, dan salam adalah cara sederhana untuk menunjukkan penghormatan, kerendahan hati, dan integrasi sosial.
5. Terlalu Sering Minta Maaf atau Minta Tolong
Meskipun meminta maaf adalah hal yang baik, di Prancis, terlalu sering mengatakan “Sorry” atau “Excusez-moi” untuk hal-hal kecil (seperti menyenggol bahu di metro atau bertanya arah) bisa dianggap berlebihan, tidak tulus, atau bahkan lemah. Orang Prancis cenderung hanya meminta maaf jika memang bersalah — ini terkait nilai “fierté” (kebanggaan) dan “directness” dalam komunikasi.
Begitu juga dengan meminta tolong. Jangan asal menunjuk orang asing di jalan dan bertanya “Où est la Tour Eiffel?” Cobalah ucapkan kalimat sopan dan lengkap:
“Excusez-moi de vous déranger, pourriez-vous m’indiquer la direction de la Tour Eiffel, s’il vous plaît ?”
(Maaf mengganggu Anda, bisakah Anda menunjukkan arah ke Menara Eiffel, tolong?)
Bahasa yang santun, struktur kalimat lengkap, dan penggunaan “s’il vous plaît” sangat dihargai. Ini menunjukkan bahwa kamu menghargai waktu dan martabat lawan bicaramu.
6. Tidak Menghargai Budaya Makan dan Waktu Makan
Prancis sangat serius dengan budaya makan mereka. Jangan heran kalau restoran tutup antara pukul 14.00 hingga 19.00 — ini waktu sakral untuk déjeuner (2 jam) dan dîner (mulai 20.00). Membawa sandwich, makan sambil berjalan di Champs-Élysées, atau ngemil di metro dianggap “pas élégant” dan tidak menghormati seni kuliner.
Baca juga: Lulusan SMA Bisa Dapat Kerja di Luar Negeri? Ini Caranya!
Jika kamu diundang dîner à la maison, datanglah tepat waktu (±10 menit), bawa hadiah kecil seperti bunga (mawar, bukan krisan — simbol duka), sebotol anggur (Bordeaux atau Bourgogne), atau cokelat artisanal (bukan makanan berat). Tunggu tuan rumah berkata “Bon appétit!” sebelum mulai makan. Jangan gunakan ponsel di meja — letakkan di mode silent dan jauh dari jangkauan.
Menghindari Kesalahpahaman dengan Memahami Budaya
Semua kebiasaan yang disebutkan di atas bukan berarti orang Prancis mudah tersinggung atau tidak ramah. Mereka hanya memiliki standar dan norma budaya yang berbeda, dan sangat menghargai orang asing yang berusaha memahami serta menyesuaikan diri. Banyak ekspat Indonesia di Paris yang awalnya “kaget budaya”, tapi setelah adaptasi, diterima sebagai “ami fidèle” dan bahkan diundang ke acara keluarga.
Justru, dengan menunjukkan itikad baik untuk belajar, kamu akan mendapatkan sambutan hangat, bantuan, dan peluang yang lebih besar — baik untuk studi, karier, atau pertemanan jangka panjang.
Belajar Bahasa dan Budaya Prancis Bersama Ultimate Education
Jika kamu tertarik belajar bahasa Prancis secara mendalam — termasuk etiket sosial, komunikasi elegan, dan konteks budaya — Ultimate Education bisa menjadi pilihan terbaik untukmu.
Ultimate Education menyediakan program kursus bahasa Prancis yang lengkap, mulai dari level dasar (A1) hingga persiapan ujian DELF B2/C1 dan DALF C1/C2 — sertifikasi resmi yang diakui pemerintah Prancis, universitas, dan perusahaan multinasional.
Dengan pengajar profesional (native speaker lulusan Sorbonne dan Alliance Française), materi yang terstruktur, serta pendekatan yang menggabungkan bahasa, budaya, dan etiket, kamu akan jauh lebih siap untuk studi di Prancis, bekerja di perusahaan Prancis, atau tinggal jangka panjang di sana.
Di Ultimate Education, kamu tidak hanya belajar bahasa, tetapi juga cara beradaptasi dan berinteraksi secara elegan dengan masyarakat Prancis — mulai dari salam di toko, memesan makanan di restoran, hingga presentasi di kelas. Inilah yang membedakan Ultimate dari tempat kursus lainnya — pengajaran yang menyeluruh, praktis, dan kontekstual.
🌟 Jadi, tunggu apa lagi? Yuk, belajar bahasa Prancis dengan cara yang menyenangkan dan efektif bersama Ultimate Education!
Temukan kursus yang sesuai dengan kebutuhanmu — online atau offline di Jakarta, Bandung, Surabaya — dan raih sertifikasi DELF untuk masa depan globalmu!
📞 Hubungi kami via WhatsApp untuk konsultasi gratis + placement test. Dapatkan diskon 20% untuk pendaftaran bulan ini!
