
Siapa yang tak kenal dengan Maudy Ayunda? Sosok yang tidak hanya dikenal karena prestasinya di dunia hiburan, tetapi juga karena kecerdasannya dalam dunia akademik.
Ia merupakan salah satu figur publik yang berhasil menembus ketatnya dunia pendidikan internasional, termasuk menjadi mahasiswa di Universitas Oxford, Inggris, yaitu salah satu kampus terbaik di dunia. Oxford bukan hanya universitas berusia lebih dari 900 tahun, tetapi juga institusi yang secara konsisten menduduki peringkat 1–5 dunia menurut QS World University Rankings 2025. Di sini, Maudy menempuh program Master of Philosophy in Education – sebuah jurusan yang menggabungkan teori pendidikan, psikologi kognitif, dan kebijakan global. Keberhasilannya bukan kebetulan, melainkan hasil dari disiplin, strategi belajar cerdas, dan pola pikir growth mindset yang ia terapkan sejak remaja.
Tak heran, banyak orang penasaran: bagaimana cara belajar ala Maudy Ayunda saat menempuh pendidikan di Oxford? Belajar di kampus sekelas Oxford tentu membutuhkan strategi, disiplin, dan kebiasaan yang menunjang produktivitas serta pengembangan diri secara menyeluruh. Di Oxford, mahasiswa tidak hanya dituntut untuk menghafal, tetapi juga untuk berpikir kritis, menganalisis isu kompleks, dan menghasilkan karya orisinal – seperti esai 3.000 kata per minggu atau presentasi di depan profesor ternama dunia.
Nah, berikut adalah beberapa tips belajar ala Maudy Ayunda yang bisa kamu tiru agar bisa meraih prestasi, baik dalam hal akademik maupun kehidupan pribadi. Tips ini bukan hanya relevan untuk calon mahasiswa luar negeri, tetapi juga untuk siswa SMA, mahasiswa lokal, atau siapa saja yang ingin meningkatkan produktivitas belajar. Kami akan mengupas setiap poin secara mendalam, lengkap dengan contoh praktis, insight dari pengalaman Maudy, dan adaptasi untuk konteks Indonesia.
Baca juga: 3 Kota dengan Biaya Hidup Termurah di Korea Selatan
1. Jadikan Perpustakaan Sebagai Rumah Kedua
Salah satu kebiasaan utama mahasiswa di Oxford, termasuk Maudy Ayunda adalah menjadikan perpustakaan sebagai tempat utama untuk belajar.
Di universitas-universitas top dunia, perpustakaan tidak hanya menjadi tempat menyimpan buku, tetapi juga ruang untuk berpikir, menulis, berdiskusi, dan mencari inspirasi. Bodleian Library di Oxford – salah satu perpustakaan tertua di Eropa – memiliki lebih dari 13 juta koleksi buku, jurnal, manuskrip kuno, dan akses digital ke jutaan artikel ilmiah. Maudy sering menghabiskan 6–8 jam sehari di sini, terutama di ruang Radcliffe Camera yang ikonik dengan arsitektur neo-klasik dan suasana tenang yang mendukung konsentrasi mendalam.
Perpustakaan di Oxford sendiri memiliki atmosfer yang mendukung konsentrasi penuh. Maka tak heran, Maudy sering terlihat menghabiskan waktu di sana. Ia memanfaatkan fasilitas perpustakaan untuk membaca referensi akademik, mengerjakan esai, hingga mencari ketenangan dari hiruk pikuk luar kampus. Dalam wawancara, Maudy pernah mengatakan bahwa perpustakaan adalah tempat di mana ia “merasa paling produktif dan paling tenang sekaligus” – sebuah paradoks yang hanya bisa dicapai di lingkungan akademik yang ideal.
Ia juga memanfaatkan sistem “closed stack” di Bodleian – di mana buku langka disimpan di bawah tanah dan diantar oleh robot – untuk mengakses sumber primer yang tidak tersedia di tempat lain. Ini mengajarkannya untuk merencanakan penelitian jauh hari, sebuah keterampilan yang sangat berguna di dunia akademik dan profesional.
Kamu pun bisa meniru kebiasaan ini. Jadikan perpustakaan sebagai tempat ‘melarikan diri’ untuk fokus. Hindari belajar di tempat yang terlalu bising atau penuh distraksi. Di Indonesia, kamu bisa memanfaatkan perpustakaan nasional, perpustakaan universitas (meski bukan mahasiswa di sana), atau perpustakaan daerah yang kini semakin modern. Jika akses terbatas, buat “perpustakaan mini” di rumah: meja khusus belajar, rak buku, lampu baca, dan aturan “no gadget kecuali untuk riset”.
Bila tidak ada akses ke perpustakaan besar, kamu bisa menciptakan suasana seperti perpustakaan di rumah: rapi, tenang, dan penuh buku. Tambahkan elemen seperti tanaman hijau, aromaterapi lavender, atau playlist instrumental untuk meningkatkan fokus. Studi dari University of British Columbia (2023) menunjukkan bahwa lingkungan belajar yang tenang dan terorganisir dapat meningkatkan retensi memori hingga 25%.
2. Fleksibel dan Adaptif dalam Belajar
Di Oxford, mahasiswa dituntut untuk berpikir kritis, kreatif, dan cepat beradaptasi dengan metode pembelajaran yang dinamis. Maudy Ayunda pun menyadari pentingnya bersikap fleksibel dalam menghadapi berbagai tantangan akademik.
Fleksibel bukan berarti tidak memiliki prinsip, tetapi mampu menyesuaikan strategi belajar sesuai kebutuhan. Misalnya, saat merasa jenuh membaca buku, Maudy akan mengganti metode belajar menjadi menonton video kuliah, berdiskusi dengan teman, atau menulis jurnal. Ia juga sering menggunakan teknik “active recall” – menguji diri sendiri tanpa melihat catatan – yang terbukti meningkatkan retensi jangka panjang hingga 50% menurut penelitian dari Purdue University.
Ini adalah bentuk adaptasi yang membuat proses belajar tetap segar dan tidak membosankan. Maudy juga menerapkan prinsip “80/20” – 80% waktu untuk materi inti, 20% untuk eksplorasi topik terkait. Ini mencegah kelelahan mental dan membuka wawasan baru yang sering menjadi bahan esai orisinal.
Belajar juga tidak selalu harus kaku. Kamu bisa mengatur sendiri ritme dan gaya belajarmu. Gunakan berbagai sumber belajar, mulai dari e-book, podcast, hingga forum diskusi online. Aplikasi seperti Notion, Obsidian, atau Anki bisa membantu mengorganisir catatan dan flashcards. Yang penting, materi bisa terserap dengan baik dan kamu dapat memahaminya, bukan sekadar menghafal. Maudy pernah mengatakan, “Belajar itu seperti bernavigasi di laut – kadang perlu mengubah haluan agar sampai ke tujuan dengan selamat.”
Untuk siswa Indonesia, adaptasi ini sangat relevan di era digital. Jika buku teks terlalu tebal, ganti dengan ringkasan YouTube dari channel seperti Crash Course atau Khan Academy. Jika lelah membaca, dengarkan podcast pendidikan seperti “The Tim Ferriss Show” atau “Freakonomics”. Yang terpenting adalah menjaga konsistensi meski metode berubah.
3. Sering Menulis untuk Melatih Daya Pikir
Salah satu hal yang membedakan sistem pendidikan di Oxford adalah intensitas dalam menulis esai atau paper. Mahasiswa dituntut untuk mampu menyampaikan argumen dengan baik secara tertulis.
Inilah mengapa Maudy terbiasa menulis secara rutin, baik untuk tugas akademik maupun sebagai sarana refleksi diri. Di Oxford, mahasiswa PPE (Philosophy, Politics, Economics) bisa menulis hingga 8 esai per minggu – masing-masing 2.000–3.000 kata. Maudy mengembangkan sistem “write first, edit later” – menulis draf kasar tanpa sensor, lalu menyempurnakan di hari berikutnya. Ini mengurangi writer’s block dan meningkatkan alur berpikir.
Menulis bukan hanya tentang menuangkan ide, tetapi juga melatih struktur berpikir, kemampuan menganalisis, dan memperdalam pemahaman terhadap suatu topik. Setiap kali menulis, otak dipaksa untuk menghubungkan konsep, mencari bukti, dan membangun argumen logis – proses yang disebut “cognitive scaffolding” oleh psikolog pendidikan.
Baca juga: Profesi Populer yang Banyak Dicari oleh Perusahaan Jerman
Maudy mengungkapkan bahwa menulis secara rutin membantunya lebih memahami pelajaran, karena ia harus membaca, merangkum, lalu menyusun pendapatnya sendiri. Ia juga menggunakan teknik “Feynman Technique” – menjelaskan konsep seolah mengajarkan anak kecil – dalam bentuk tulisan. Ini membantu mengidentifikasi celah pemahaman.
Cobalah mulai menulis setiap hari! Tidak perlu langsung menulis esai ilmiah, tapi cukup dari jurnal harian, opini singkat, atau rangkuman materi pelajaran. Gunakan prompt seperti: “Apa 3 hal terpenting yang saya pelajari hari ini?” atau “Bagaimana saya bisa menerapkan konsep ini di kehidupan nyata?”. Seiring berjalannya waktu, kamu akan terbiasa untuk berpikir kritis dan sistematis. Kebiasaan ini akan sangat berguna, terutama jika kamu berencana kuliah di luar negeri atau mengambil program studi yang menuntut banyak analisis seperti hukum, ekonomi, atau ilmu sosial.
4. Jangan Pernah Melewatkan Kuliah Umum
Kuliah umum atau seminar terbuka sering kali menjadi momen emas yang sayang untuk dilewatkan. Di Oxford, kuliah umum menghadirkan pembicara dari berbagai kalangan. Mulai dari akademisi top dunia, penulis terkenal, hingga tokoh politik.
Maudy menjadikan kesempatan ini sebagai sarana untuk memperluas wawasan dan koneksi intelektual. Menghadiri kuliah umum tidak hanya menambah pengetahuan, tapi juga membentuk sudut pandang baru terhadap isu-isu global. Ia pernah menghadiri kuliah oleh Amartya Sen (penerima Nobel Ekonomi), Malala Yousafzai, dan bahkan Bill Gates – pengalaman yang menginspirasinya untuk memulai proyek sosial di Indonesia.
Selain itu, kamu bisa belajar langsung dari pengalaman dan gagasan para ahli yang mungkin tidak kamu dapatkan dari kelas reguler. Catat poin-poin penting, tanyakan pertanyaan kritis, dan hubungkan dengan materi kuliah. Banyak mahasiswa Oxford yang mendapatkan ide tesis dari kuliah umum.
Cobalah luangkan waktu untuk mengikuti webinar, diskusi publik, atau kuliah umum di kampusmu. Jangan ragu untuk aktif bertanya atau berdiskusi. Ini juga bisa menjadi sarana untuk melatih keberanian dan kemampuan komunikasi. Di Indonesia, kamu bisa mengikuti kuliah umum di UI, ITB, UGM, atau platform seperti TEDx, Coursera Live, dan Indonesia Mengglobal. Rekam sesi jika diizinkan, lalu buat ringkasan untuk memperkuat memori.
5. Luangkan Waktu untuk Menyalurkan Hobi
Walaupun sibuk belajar, Maudy Ayunda tetap meluangkan waktu untuk menyalurkan hobinya seperti menulis lagu, membaca fiksi, atau berolahraga.
Ia percaya bahwa menjaga keseimbangan antara akademik dan kegiatan pribadi sangat penting agar tetap sehat secara mental dan emosional. Maudy sering berlari di University Parks Oxford, bermain piano di asrama, atau menulis puisi di tepi Sungai Cherwell. Aktivitas ini bukan pengalihan, melainkan “mental reset” yang meningkatkan kreativitas dan fokus saat belajar.
Aktivitas non-akademik seperti bermain musik, olahraga, atau sekadar jalan-jalan bisa membantu menyegarkan pikiran dan meningkatkan produktivitas. Jangan sampai terlalu fokus belajar hingga lupa merawat diri. Penelitian dari Harvard (2024) menunjukkan bahwa hobi kreatif dapat meningkatkan fungsi eksekutif otak hingga 15%, termasuk kemampuan problem-solving dan memori kerja.
Kamu pun bisa mencoba menjadwalkan waktu khusus untuk menjalankan hobi, meski hanya 30 menit sehari. Hal ini bisa membuatmu lebih bahagia, terhindar dari stres, dan tetap bersemangat menjalani hari. Cobalah teknik “Pomodoro with a twist”: 25 menit belajar, 5 menit hobi (mendengarkan lagu, menggambar, atau stretching). Ini jauh lebih efektif daripada belajar 3 jam tanpa jeda.
6. Bangun Relasi dan Jaringan yang Positif
Salah satu nilai penting dari pengalaman kuliah di luar negeri termasuk di Oxford adalah kesempatan membangun jaringan dengan orang-orang dari berbagai latar belakang.
Maudy Ayunda pun memanfaatkan waktu kuliahnya untuk berinteraksi dengan mahasiswa internasional, dosen, dan komunitas akademik. Ia bergabung dengan Oxford Union (klub debat tertua dunia), Indonesian Society, dan kelompok studi pendidikan. Relasi yang baik tak hanya membuka peluang kolaborasi, tapi juga memperluas wawasan budaya dan perspektif global. Salah satu teman diskusinya kini bekerja di UNESCO, dan mereka masih berkolaborasi dalam proyek pendidikan.
Mulailah aktif di organisasi kampus, komunitas belajar, atau forum diskusi. Lingkungan positif akan memotivasi kamu untuk terus berkembang dan mendukung pencapaian akademik serta karier di masa depan. Di Indonesia, kamu bisa bergabung dengan HIMIESPA, AIESEC, atau komunitas alumni luar negeri. Gunakan LinkedIn untuk terhubung dengan profesional di bidang impianmu. Ingat: jaringan bukan tentang “kenal banyak orang”, tapi tentang “membangun hubungan bermakna”.
Disiplin dan Konsisten
Tak ada hasil tanpa kedisiplinan. Maudy Ayunda dikenal sangat disiplin dalam menjalani rutinitas akademiknya. Ia membagi waktu dengan baik antara kelas, membaca, menulis, hingga kegiatan sosial.
Konsistensi inilah yang menjadi kunci keberhasilannya menempuh pendidikan di universitas terbaik dunia. Maudy menggunakan teknik “time blocking” – membagi hari menjadi blok-blok tugas spesifik (pagi: membaca, siang: kuliah, sore: menulis, malam: refleksi). Ia juga menerapkan “rule of 3”: setiap hari hanya fokus pada 3 tugas terpenting. Ini mencegah overwhelm dan memastikan progres nyata.
Baca juga: 5 Tipe Calon Penerima Beasiswa Red Flag yang Harus Diwaspadai!
Mulailah dari hal kecil seperti membuat jadwal belajar harian, menetapkan target mingguan, dan evaluasi rutin atas progresmu. Disiplin bukan soal kaku, tapi soal komitmen terhadap tujuan yang ingin kamu capai. Gunakan aplikasi seperti Todoist, Google Calendar, atau Habitica untuk melacak kebiasaan. Ingat: konsistensi mengalahkan intensitas. Lebih baik belajar 1 jam setiap hari daripada 7 jam sekali seminggu.
Menjadi Versi Terbaik Dirimu
Cara belajar ala Maudy Ayunda menunjukkan bahwa menjadi mahasiswa berprestasi bukan hanya soal pintar, tapi juga soal strategi, manajemen waktu, dan kemampuan menjaga keseimbangan hidup.
Kamu pun bisa menerapkan kebiasaan-kebiasaan positif ini dalam rutinitasmu sehari-hari, mulai dari membangun lingkungan belajar yang kondusif, hingga merawat kesehatan mental melalui hobi dan kegiatan sosial. Inti dari semua tips ini adalah: belajar bukan hanya tentang nilai, tapi tentang menjadi versi terbaik dari dirimu sendiri – seseorang yang cerdas, tangguh, dan berempati.
Jika kamu juga bercita-cita menempuh pendidikan di luar negeri seperti Maudy, ada satu hal yang tak boleh dilupakan: yaitu kemampuan bahasa Inggris dan kesiapan akademik. Universitas seperti Oxford, Cambridge, Harvard, atau Stanford memiliki standar yang sangat tinggi – tidak hanya dalam akademik, tetapi juga dalam kemampuan berpikir kritis, kepemimpinan, dan kontribusi sosial.
Untuk bisa masuk ke universitas-universitas top dunia seperti Oxford, kamu perlu skor tinggi dalam tes-tes internasional seperti SAT, IELTS, TOEFL iBT, TOEFL ITP, GMAT, GRE, ACT, hingga GED. Skor minimal untuk Oxford biasanya IELTS 7.5+, SAT 1450+, atau GRE 320+. Selain itu, esai pribadi, rekomendasi dosen, dan pengalaman ekstrakurikuler juga sangat menentukan.
Persiapkan Dirimu Bersama Ultimate Education
Ultimate Education adalah pilihan terbaik bagi kamu yang ingin mempersiapkan diri menghadapi ujian masuk universitas internasional.
Kami menyediakan berbagai kursus dan bimbingan intensif untuk SAT, IELTS, TOEFL iBT, TOEFL ITP, GMAT, GRE, ACT, dan GED. Program kami dirancang khusus oleh pengajar berpengalaman lulusan universitas top dunia, dengan metode yang telah terbukti meningkatkan skor rata-rata siswa hingga 2 band (IELTS) atau 100+ poin (SAT) dalam 3 bulan.
Dengan pengajar profesional, metode belajar efektif, dan program yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap siswa, kami siap membantumu meraih skor terbaik. Kami juga menyediakan simulasi ujian resmi, analisis jawaban, strategi time management, dan sesi motivasi bulanan. Ribuan alumni kami telah berhasil masuk Oxford, Cambridge, Harvard, NUS, dan universitas top lainnya.
Jangan hanya bermimpi, wujudkan ambisimu bersama Ultimate Education. Kunjungi website kami dan mulai langkah pertamamu menuju universitas impian! Daftar sekarang dan dapatkan free diagnostic test + konsultasi strategi belajar pribadi.
