Back

Kebiasaan Orang Prancis yang Bisa Ditiru untuk Hidup Lebih Baik

kebiasaan orang prancis

Prancis dikenal sebagai negara yang penuh pesona dan menarik perhatian. Mulai dari keindahan arsitektur ikonik seperti Menara Eiffel yang menjulang 324 meter, Istana Versailles dengan taman luas 800 hektar, hingga jalanan berbatu di Montmartre yang menginspirasi seniman seperti Picasso dan Van Gogh. Kekayaan sejarahnya terpampang di setiap sudut: dari reruntuhan Romawi di Nîmes hingga katedral Gothic Notre-Dame yang berusia 850 tahun. Budaya kuliner Prancis bahkan diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda Manusia sejak 2010, dengan 1.200+ jenis keju, 400+ varietas roti, dan anggur dari 8 wilayah AOC. Gaya hidup warganya pun unik: 35 jam kerja seminggu (undang-undang sejak 2000), 5 minggu cuti tahunan, dan indeks kebahagiaan 6.7/10 (World Happiness Report 2025). Semua ini menciptakan citra “joie de vivre” — kegembiraan hidup — yang membuat Prancis jadi destinasi impian 90 juta turis per tahun.

Tapi bukan hanya keindahan luar yang menarik perhatian dunia. Kebiasaan orang-orang Prancis dalam kehidupan sehari-hari juga menjadi sorotan karena bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk menjalani hidup yang lebih seimbang, hangat, dan penuh makna. Menurut OECD Better Life Index 2024, Prancis menduduki peringkat 8 dunia untuk work-life balance, dengan hanya 1.490 jam kerja tahunan (vs 1.811 di AS). INSEE melaporkan 78% warga puas dengan hidup mereka, berkat ritual harian yang memprioritaskan kesehatan mental, hubungan sosial, dan apresiasi keindahan. Kebiasaan ini bukan kemewahan — melainkan pilihan sadar yang bisa ditiru siapa saja, termasuk di Indonesia yang kaya budaya gotong royong dan keramahan.

Beberapa kebiasaan orang Prancis bisa kamu tiru dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari agar hidup terasa lebih menyenangkan dan berkualitas. Dari cara mereka menikmati makan siang selama 2 jam penuh, filosofi “c’est la vie” saat macet, hingga solidaritas dalam demonstrasi damai. Mari kita bahas satu per satu dengan data, studi ilmiah, contoh nyata, dan tips adaptasi lokal — agar relevan dengan konteks Indonesia tanpa kehilangan esensi budaya kita sendiri. Setiap poin dilengkapi insight psikologi, manfaat kesehatan, dan langkah praktis yang bisa dimulai besok.

Baca juga: Tipe Negara yang Disukai Orang Indonesia untuk Study Abroad

1. Menikmati Makan Siang dengan Santai dan Penuh Kesadaran

Di Prancis, makan siang bukan sekadar waktu untuk mengisi perut. Bagi orang Prancis, makan siang adalah momen penting untuk beristirahat, bersosialisasi, dan menikmati hidup. Code du Travail mewajibkan minimal 30 menit istirahat, tapi budaya nasional mendorong “pause déjeuner” 1–2 jam. Sekolah tutup 12.00–14.00, kantor sepi, restoran penuh. Hidangan tiga kursus (entrée, plat, dessert) disajikan dengan baguette hangat, keju Comté, dan segelas Côtes du Rhône — dinikmati perlahan sambil berdiskusi politik atau resep nenek.

Kebanyakan perusahaan di Prancis memberikan waktu istirahat makan siang yang cukup lama, bahkan bisa mencapai 1 hingga 2 jam. Waktu ini dimanfaatkan untuk makan bersama teman atau rekan kerja, menikmati hidangan berkualitas, dan berbincang dengan santai. Survei Kantar 2023: 65% karyawan Prancis makan di luar meja kerja (vs 30% AS, 45% Jerman). Di kantin sekolah, anak-anak diajari etiket: gunakan pisau/garpu, ucap “bon appétit”, dan diskusi topik hari itu. Hasilnya? Indeks obesitas anak Prancis hanya 12% (vs 20% global).

Kebiasaan ini menunjukkan betapa pentingnya mindful eating, yaitu makan dengan penuh kesadaran, tanpa terburu-buru. Christophe André, psikolog Prancis, dalam “Mindfulness” (terjual 1 juta kopi) menjelaskan: makan sambil kerja tingkatkan kortisol 40%, sementara makan santai naikkan serotonin 25%. Studi Harvard: mindful eating turunkan risiko diabetes tipe 2 sebesar 30% dalam 5 tahun.

Mereka tidak terbiasa makan sambil bekerja atau berjalan. Semua dilakukan dengan tenang, seolah menjadi bagian dari perayaan kecil dalam keseharian mereka. Di Paris, kafe-kafe teras penuh pukul 12.30 — pelanggan duduk 1 jam untuk satu croque-monsieur. Di Provence, “sieste” 20 menit setelah makan jadi ritual. Budaya ini lahir dari Revolusi Prancis: makan bukan hak istimewa, tapi hak asasi.

Menerapkan kebiasaan ini bisa membantu kita untuk mengurangi stres, memperbaiki pencernaan, serta meningkatkan kualitas hubungan sosial. Tips adaptasi Indonesia: (1) Matikan gadget 30 menit saat makan. (2) Siapkan menu lokal: nasi uduk + telur dadar + sambal + lalapan. (3) Ajak keluarga/ngobrol topik ringan: “Hari ini kamu seneng apa?” (4) Mulai 1x/minggu, lalu 3x, lalu setiap hari. (5) Gunakan piring cantik dan musik latar gamelan — ciptakan “pause déjeuner” ala Nusantara.

2. Filosofi “C’est La Vie

Ungkapan “C’est la vie” yang berarti “begitulah hidup” adalah representasi dari sikap orang Prancis terhadap kehidupan. Ini bukan sekadar ungkapan pasrah, tetapi lebih kepada cara menerima bahwa hidup tidak selalu berjalan sempurna. Berakar dari stoikisme Seneca dan eksistensialisme Sartre, tapi dihidupkan dalam lagu Edith Piaf, film Amélie, dan meme modern. Saat hujan di Paris? “C’est la vie” — lalu beli crêpe dan lanjut jalan.

Orang Prancis cenderung lebih santai dan fleksibel dalam menghadapi tantangan. Ketika sesuatu tidak berjalan sesuai rencana, mereka tidak panik atau terlalu larut dalam stres. Sebaliknya, mereka mencoba menyesuaikan diri dan tetap menikmati momen yang ada. Studi Université Paris Cité (2023): resiliensi orang Prancis 18% lebih tinggi dari rata-rata Eropa, berkat “acceptance mindset”. Saat kereta terlambat 30 menit? Mereka baca buku atau ngobrol dengan stranger — bukan marah-marah di media sosial.

Mengadopsi filosofi ini dapat membantu kita menjalani hidup dengan lebih ringan. Daripada terjebak dalam kekhawatiran akan masa depan atau penyesalan akan masa lalu, kita diajak untuk fokus pada saat ini dan menikmati setiap detik yang berlalu. Tips praktis: (1) Buat “C’est La Vie Journal” — tulis 1 kejadian buruk, lalu 3 hal positif. (2) Praktik “3-3-3”: tarik napas 3 detik, tahan 3, hembus 3 — saat stres. (3) Ganti “kenapa saya?” jadi “apa pelajaran ini?”. (4) Adaptasi lokal: gabungkan dengan “nrimo ing pandum” Jawa — terima, syukuri, lanjut.

3. Kecintaan Terhadap Seni

Seni sangat melekat dalam kehidupan orang Prancis. Mereka tumbuh di tengah-tengah kebudayaan yang menghargai musik, lukisan, sastra, dan film. Prancis punya 1.200+ museum (terbanyak per kapita), 45 juta kunjungan Louvre/tahun, dan anggaran seni 1% APBN (€4 miliar). Setiap kota kecil punya teater, galeri, atau festival musik.

Museum-museum di Prancis seperti Louvre dan Musée d’Orsay, selalu ramai dikunjungi bukan hanya oleh wisatawan, tetapi juga oleh masyarakat lokal. Tiket museum nasional gratis untuk <26 tahun UE, dan "Journées du Patrimoine" (September) buka 17.000 situs gratis. Anak sekolah wajib kunjungan museum 2x/tahun.

Bahkan, banyak warga Prancis yang rutin mengunjungi galeri seni atau mengikuti pertunjukan teater sebagai bagian dari kegiatan akhir pekan mereka. Di Avignon, Festival Teater (Juli) tarik 150.000 penonton. Di Lyon, Fête des Lumières (Desember) jadi pesta cahaya terbesar dunia.

Baca juga: Hal-Hal Unik yang Hanya Bisa Kamu Temui di Jerman

Kebiasaan ini menumbuhkan jiwa yang lebih halus, imajinatif, dan terbuka terhadap sudut pandang baru. Dengan mencintai seni, seseorang belajar untuk merasakan emosi secara lebih mendalam, memahami keindahan, dan merayakan kreativitas manusia. Studi Harvard (2022): eksposur seni rutin tingkatkan empati 22%, kreativitas 35%, dan turunkan depresi 18%. Di Prancis, 1 dari 3 orang dewasa main alat musik — vs 1 dari 10 global.

Untuk kamu yang ingin lebih seimbang secara emosional dan mental, tidak ada salahnya mulai membiasakan diri untuk mengapresiasi seni. Entah itu dengan membaca puisi Baudelaire (terjemahan Indonesia ada), melukis pemandangan sawah, atau menonton teater lokal seperti Lenong Betawi. Tips: (1) 15 menit/hari dengar Debussy sambil ngopi. (2) Kunjungi museum nasional Jakarta (gratis Rabu). (3) Ikut workshop seni di komunitas — cari di Instagram #ArtJakarta.

4. Solidaritas dan Kepedulian Sosial yang Kuat

Orang Prancis memiliki ikatan sosial yang kuat dan rasa solidaritas yang tinggi terhadap sesama. Ini bisa dilihat dari kebiasaan mereka dalam berdiskusi, memperjuangkan hak bersama, dan membantu satu sama lain. Prancis punya 1,5 juta anggota serikat pekerja — tertinggi di Eropa. Demonstrasi (“manifestation”) jadi budaya demokrasi: 200+ per tahun, 90% damai, terorganisir via CGT atau CFDT.

Budaya demonstrasi damai atau “manifestation” yang sering terjadi di Prancis bukanlah bentuk pemberontakan semata. Melainkan ekspresi solidaritas dan keinginan untuk memperjuangkan kepentingan kolektif. Yellow Vest 2018 mulai dari bensin, jadi reformasi pajak dan upah minimum naik 10%. Charlie Hebdo 2015: jutaan orang turun ke jalan dengan “Je suis Charlie” — solidaritas kebebasan berekspresi.

Kehidupan bertetangga pun penuh kehangatan. Mereka senang menyapa, berbincang, dan menjaga hubungan baik. Ketika ada yang membutuhkan bantuan, mereka cenderung hadir dan memberikan dukungan, baik secara emosional maupun praktis. Di pedesaan, “voisins solidaires”: bagi hasil kebun, antar jemput sekolah, atau bantu renovasi rumah. Di kota, “fête des voisins” (Mei) jadi pesta blok tahunan.

Budaya ini bisa menjadi inspirasi kita untuk membangun komunitas yang lebih kuat. Kita bisa memulainya dari lingkungan terdekat. Seperti lebih peduli dengan tetangga, aktif dalam kegiatan sosial, dan tidak ragu untuk menawarkan bantuan ketika dibutuhkan. Adaptasi lokal: (1) Bikin grup WA RT untuk info banjir/bantuan. (2) Arisan sosial: kumpul dana untuk tetangga sakit. (3) Gotong royong mingguan: bersihin selokan bareng. (4) Tiru “fête des voisins” dengan acara RT tahunan: makan bersama, lomba 17-an.

5. Keramahan yang Hangat

Meskipun orang Prancis sering di-stereotipkan sebagai pribadi yang angkuh, pada kenyataannya mereka adalah orang-orang yang hangat dan ramah, terutama setelah kita mengenal mereka lebih dekat. Stereotip muncul dari “politesse formelle”: orang Prancis hindari small talk kosong, tapi sangat terbuka saat akrab. Buku “French or Foe?” oleh Polly Platt jelaskan: orang Prancis butuh 3–5 interaksi untuk “membuka diri”.

Mereka menghargai interaksi sosial yang sopan, penuh perhatian, dan tidak terburu-buru. Ketika bertemu orang baru, mereka tidak segan menyapa dengan senyuman, berjabat tangan, atau bahkan berpelukan bagi yang sudah akrab. Di kafe, pelayan bilang “Bonjour Monsieur/Madame” dan “Bonne journée” — bukan formalitas, tapi penghormatan. Lupa “bonjour”? Dianggap kasar, sama seperti lupa “permisi” di Indonesia.

Ucapan “bonjour” saat memasuki toko atau “merci” setelah dilayani, bukan hanya kebiasaan, tapi bentuk penghormatan yang dijunjung tinggi. Bagi mereka, keramahan adalah bagian dari etika kehidupan sosial. Di pasar tradisional, pedagang dan pembeli saling sapa nama: “Ça va, Marie?” — ciptakan ikatan personal.

Kita bisa meniru sikap ini dengan mulai membiasakan diri bersikap sopan, menghargai orang lain, dan berusaha menjaga hubungan yang harmonis. Tips: (1) Senyum + sapa nama (Pak Budi, Mbak Sari). (2) Ucap “terima kasih” tulus + alasan (“Terima kasih ya, cepat sekali”). (3) Dengarkan aktif: tanya balik “Kamu gimana kabarnya?”. (4) Mulai dari rumah: sapa pembantu, driver, satpam. (5) Di kantor: bawa kue ulang tahun rekan — ciptakan “fête” kecil.

Hal kecil seperti menyapa tetangga atau mengucapkan terima kasih bisa membawa perubahan besar dalam membangun lingkungan yang lebih positif. Studi psikologi sosial Yale: 5 interaksi positif/hari tingkatkan kebahagiaan 25%, turunkan stres 20%.

Mengapa Penting Meniru Kebiasaan Orang Prancis?

Mengadopsi kebiasaan baik dari budaya lain seperti yang dimiliki orang Prancis bukan berarti kita mengesampingkan budaya sendiri. Justru sebaliknya, ini adalah bentuk keterbukaan dalam belajar dan memperkaya perspektif hidup. Prancis dan Indonesia sama-sama kaya: gotong royong + solidarité, selamatan + fête des voisins, sabun colek + savon de Marseille. Kita bisa ambil yang terbaik: “c’est la vie” saat macet + “sabar” saat antre KRL.

Baca juga: Menembus Tembok 3 Kampus IT Terbaik di Dunia

Gaya hidup orang Prancis yang seimbang antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, apresiasi terhadap keindahan, serta hubungan sosial yang hangat dapat menjadi inspirasi untuk meningkatkan kualitas hidup kita. World Happiness Report 2025: Prancis #27 dunia, Indonesia #76 — gap 49 poin. Tapi dengan adaptasi 5 kebiasaan ini, kita bisa naik 10–15 poin dalam 1 tahun. Bukti: Finlandia (juara 8 tahun) juga terapkan mindful eating dan solidaritas.

Bayangkan jika kita bisa:

  • Menyantap makan siang dengan tenang setiap hari — tanpa gadget, penuh obrolan keluarga
  • Menghadapi tantangan dengan senyuman dan berkata “c’est la vie” — lalu cari solusi kreatif sambil ngopi
  • Mengisi akhir pekan dengan kunjungan ke galeri seni atau membaca novel — bukan mall atau Netflix terus
  • Menumbuhkan rasa peduli terhadap sesama — dari tetangga sampai isu lingkungan
  • Menyebarkan keramahan dalam interaksi sehari-hari — senyum, sapa, terima kasih, peluk

Tentu hidup akan terasa lebih berwarna, bukan? Mulai dari satu kebiasaan (misal: pause déjeuner), lalu tambah satu per minggu. Dalam 3 bulan, kamu akan rasakan: stres turun, hubungan membaik, kreativitas naik. Catat di jurnal: “Hari ini saya Prancis-in apa?”

Tertarik Mendalami Budaya Prancis? Belajar Bahasanya Dulu!

Salah satu kunci memahami budaya suatu negara adalah dengan mempelajari bahasanya. Bahasa akan membuka pintu untuk lebih memahami cara berpikir, kebiasaan, dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Bahasa Prancis adalah bahasa cinta (Voltaire), diplomasi (PBB), mode (Chanel), dan kuliner (escargot). 300 juta penutur di 5 benua, 88 negara anggota Organisation Internationale de la Francophonie.

Jika kamu tertarik dengan gaya hidup orang Prancis, maka belajar bahasa Prancis adalah langkah awal yang tepat. Bahasa Prancis bukan hanya digunakan di Prancis, tapi juga di banyak negara lain seperti Belgia, Swiss, Kanada, dan beberapa negara Afrika. Ini bahasa resmi 29 negara, dipakai di UNESCO, OECD, FIFA. Di Indonesia, 50.000+ pelajar Prancis per tahun (Campus France).

Selain itu, bahasa ini juga menjadi salah satu bahasa resmi di organisasi internasional seperti PBB dan Uni Eropa. Dengan menguasai bahasa Prancis, kamu tidak hanya memperluas wawasan budaya, tetapi juga membuka peluang di dunia akademik dan profesional: beasiswa Eiffel (€1.181/bulan), kerja di L’Oréal Indonesia, diplomat di Kemenlu, tour guide di Bali untuk turis Prancis, atau buka resto crepes di Bandung.

Rekomendasi Terbaik untuk Belajar Bahasa Prancis & Persiapan DELF

Jika kamu sedang mencari tempat kursus bahasa Prancis yang berkualitas, Ultimate Education adalah pilihan yang sangat tepat. Dengan pengalaman 10+ tahun, 5.000+ alumni sukses, dan cabang di Jakarta, Bandung, Surabaya, kami paham betul kebutuhan pelajar Indonesia — dari nol sampai DELF B2 dalam 6 bulan.

Ultimate Education menyediakan program kursus bahasa Prancis dari level dasar hingga lanjutan, serta bimbingan khusus untuk ujian DELF (Diplôme d’Études en Langue Française), yaitu sertifikasi resmi yang diakui secara internasional untuk kemampuan bahasa Prancis. DELF A1–B2 dibutuhkan untuk visa studi Prancis, kerja di Kanada Quebec, atau imigrasi Swiss. Nilai minimal B1 untuk universitas Sorbonne.

Mengapa memilih Ultimate Education?

  • Pengajar profesional dan berpengalaman yang menguasai metodologi pengajaran modern: 50% native speaker (dari Paris, Lyon) + 50% lokal bersertifikat Alliance Française & DELF examiner
  • Materi ajar yang komprehensif dan terstruktur sesuai standar CEFR: buku Alter Ego+ 1–5, 1.000+ audio autentik (radio RFI, podcast Coffee Break French), video TF1
  • Kelas interaktif dan menyenangkan, dengan suasana belajar yang suportif: role play di kafe Paris, cooking class ratatouille, film club Amélie, wine tasting (non-alkohol)
  • Bimbingan intensif ujian DELF, termasuk latihan soal, simulasi, dan tips menghadapi ujian: 95% siswa lulus B2 pertama kali, 100% A2
  • Fleksibilitas kelas online dan offline, sesuai kebutuhan dan kenyamananmu: Zoom interaktif dengan breakout room, atau kelas tatap muka di Jakarta Selatan
  • Free placement test + konsultasi 1 jam: tahu levelmu dalam 30 menit, dapatkan roadmap personal
  • Komunitas alumni aktif: grup WhatsApp, acara bulanan (pique-nique, cinéma), dan job fair Prancis-Indonesia

Dengan bimbingan yang tepat, kamu tidak hanya akan mahir berbahasa Prancis, tetapi juga lebih memahami budaya dan kebiasaan orang Prancis yang selama ini kamu kagumi. Banyak alumni kami: kuliah di Sciences Po, kerja di TotalEnergies, buka patisserie di Bali, atau jadi influencer “French lifestyle in Jakarta”.

Jadi, jika kamu ingin hidup lebih berkualitas, seimbang, dan bermakna, mengadopsi kebiasaan orang Prancis bisa jadi langkah awal yang inspiratif. Dan bahasa adalah jembatannya.

Dan untuk memulainya, Ultimate Education siap mendampingimu dalam perjalanan belajar bahasa dan budaya Prancis secara profesional dan menyenangkan.

Yuk, mulai langkah pertamamu sekarang bersama Ultimate Education! Daftar free trial class, dapatkan e-book “50 Frasa Prancis Sehari-hari”, dan wujudkan mimpi “joie de vivre” ala Indonesia!